Sampai 18 September 2009 ini, data 41 ribu orang prasejahtera dari 286 posyandu, 21 Kelurahan di Kota dan Kabupaten Bogor sudah di tangannya. Siap disantuni secara langsung oleh warga yang berasal atau yang bermukim di Bogor atau siapa saja yang selain peduli masa depan anak dan cucu kandungnya sendiri juga peduli anak bangsa yang kelak menjadi mitra anak-cucunya.
Dengan Data Fakir Miskin Yang Benar Dan Akurat Bisa Dilakukan Banyak Hal
“Balita adalah masa depan bangsa. Kecerdasan balita adalah cikal bakal kecerdasan dari sebuah bangsa”, demikian ujar Utary Tjandra. Ibu tiga anak yang terkesan selalu ceria ini memang termasuk wanita langka di Indonesia. Bisa jadi juga langka di dunia. Mengapa demikian ? Wanita lulusan Fakultas Ekonomi jurusan akuntansi dari sebuah universitas di Melbourne Australia ini selalu gembira di tengah dua kesibukannya. Sibuk selaku pemilik dan pengurus perusahaan penyedia software lisensi SunSystems dan sibuk mendatangi posyandu - posyandu. Sebelumnya posyandu di wilayah DKI dan sekarang ini kebanyakan di wilayah Bogor. Untuk apa ? Untuk mendapatkan data fakir miskin yang pengumpulan dan seleksinya dilakukan oleh posyandu dan kemudian disyahkan oleh RT/RW di mana posyandu tersebut berada.
Untuk apa data itu ? Nah di sinilah cerita menarik yang bisa diambil hikmahnya untuk siapa saja putera Indonesia yang cinta dan peduli negerinya. Yang peduli kepada saudaranya yang masih hidup dalam situasi miskin dan bodoh di alam yang sudah merdeka ini.
Semula Utary Tjandra enggan tetapi kemudian bersedia untuk sedikit bercerita tentang apa guna data-data itu setelah dia ingat bahwa ada perintah dari Sang Maha Kuasa untuk selain memberi juga mendorong orang lain agar memberi fakir miskin. Dengan bercerita, dia berharap bahwa ia juga mendorong atau menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama. Dengan adanya data itu – menurut Ayie sebutan akrab Utary Tjandra - ia bisa banyak berbuat. Yang pertama, dana yang dimilikinya dapat disalurkan kepada mereka yang berhak tanpa ada keraguan lagi karena datanya langsung ia peroleh dari pengurus posyandu yang memang sehari-hari mengetahui siapa saja yang miskin di wilayahnya. Yang kedua, sesuai dengan perintah Tuhan Semesta Alam, ia tidak boleh sendirian memberi sebab kalau suatu saat ia mati kegiatan itu akan putus. Dengan kata lain ia perlu mengajak keluarga dan sahabatnya untuk bersama dan atau sendiri-sendiri memberikan hak orang miskin yang dititipkan Tuhan Semua Manusia kepada mereka masing-masing. Dengan modal data itulah ajakannya menjadi lebih efisien dan efektf alias tidak omong doang karena ada bukti di atas kertas.
Antara Motivasi Dan Skala Prioritas
Sudah sejak kecil ia diberi contoh dan diajak oleh orang tuanya – yang saat itu tinggal di Jalan Semeru Bogor dan kemudian di Jalan Teuku Umar, Menteng Jakarta - untuk selalu peduli kaum fakir miskin. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya ia pun menyadari bahwa walaupun ikhlas memberi tetapi akal tetap harus digunakan sehingga tidak asal memberi. Kata “memberi” yang diyakininya adalah memberi kepada pihak-pihak yang paling membutuhkan dan memberi manfaat jangka panjang bagi pihak-pihak tersebut secara khusus dan terutama memberi manfaat kepada bangsa Indonesia. Iapun lantas terjun langsung melihat profil kemiskinan, mendatanya dan kemudian memberikan santunan pribadinya. Itu berlangsung cukup lama terutama ia lakukan di wilayah Jakarta Selatan di mana ia bermukim.
Sewaktu terjun langsung itulah Utary yang kini tinggal di Cipete Jakarta Selatan terperangah melihat kemiskinan yang diderita bangsanya. Menurut ceritanya ia sempat melihat orang yang hidup serumah berdampingan dengan kambing. Mengapa ? Karena miskinnya, maka rumahnya dijadikan sekaligus kandang kambingnya. Masih ada cerita-cerita lain yang ia peroleh selama ia beranjangsana ’turun ke bawah’ itu. Semuanya membuatnya bertambah bersyukur kepada Tuhan atas pemberiaNya. Dan selanjutnya ia ingin mewujudkan rasa syukurnya itu dengan aksi nyataYaitu menafkahkan sebagian besar hartanya kepada mereka.
Ketika ditanya apa motivasi semua ini, Utary yang menjawab tidak secara langsung mengatakan bahwa selain cinta anak kecil, ia juga pernah bertanya kepada Tuhan Semesta Alam mengenai apa yang harus dikerjakannya seimbang dengan harta yang dianugerahkan kepadanya. Baik berupa harta benda dalam pengertian fisik maupun harta yang berupa kepandaian, relasi, waktu dan energi. Jawab yang diperolehnya ialah bahwa ia harus menjadikan harta kekayaannya lebih bermanfaat kepada pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan. Artinya lebih mengutamakan skala prioritas. Ia kemudian mencoba bertanya ke sana-sini mengenai skala prioritas itu. Jawabnya adalah orang miskin yang tidak mendapat bagian atau dengan kata lain tidak mampu untuk meminta bagiannya kepada pihak yang mempunyai kemampuan untuk membantu. Siapa orang miskin yang tidak mendapat bagian itu ?. Akhirnya terjawab pula yaitu bayi dalam kandungan orang miskin dan balita anak orang miskin (baik yang orang tuanya ada maupun yang yatim/piatu). Mengapa mereka dapat dianggap prioritas ? Merekalah yang di masa depan akan menentukan nasib bangsa ini mau dibawa ke mana. Merekalah yang akan menjadi mitra anak-cucu kita, baik sebagai atasan, bawahan ataupun teman sekerja. Kalau mereka bodoh karena kurang gizi di waktu kecilnya, maka kelak saat menjadi mitra anak cucu kita, mereka akan menjadi manusia yang tidak produktif bahkan bisa berpeluang merusak apa yang dibangun kita dan anak-cucu kita. Tentunya akan menyusahkan anak-cucu kita pula di masa mendatang itu.
Bayangkan, jika seorang pengemis tidak memiliki biaya untuk memberikan gizi yang cukup,pada anak-anak mereka, yang lebih dari satu jumlahnya. Masalahnya tidak akan sesederhana ini, dampaknya selain terganggunya kesehatan mereka, juga akan menurunkan tingkat kecerdasan berfikir dan emosinya. Lalu ketika mereka besar, karena tak bisa merasakan pendidikan yang normal di bangku sekolah, bisa jadi mereka akan terus berada dari lintasan kebodohan dan kemiskinan, dan bisa jadi akan terjebak ke dalam “kemiskinan abadi”.
Lantas di mana mereka yang prioritas itu berada ? Jawabnya di posyandu. Sekedar diketahui, secara teoritis, paling tidak ada 2 (dua) hal yang membuat anak tidak cerdas, yaitu (1) gizi yang baik semasa balita, serta (2) pendidikan yang memadai. Dengan dua hal tersebut, kemiskinan bisa diatasi secara perlahan-lahan. Dengan demikian, program nasional atau gerakan masyarakat pemberian gizi tambahan untuk balita miskin yang dikelola secara terpadu melalui posyandu atau posdaya (pos pemberdayaan keluarga) menjadi salah satu upaya penting dalam menanggulangi kemiskinan masa depan bangsa.
Lalu bagaimana kondisi posyandu dewasa ini ? Ternyata kenyataan menunjukkan bahwa kepedulian warga kepada yang prioritas ini masih rendah. Buktinya apa ? Belum banyak yang peduli kepada 4 juta balita miskin yang 790 ribuan di antaranya kurang gizi dan pemerintah hanya sanggup menangani 29 ribuan balita saja. Lantas siapa yang peduli ? Bukankah kemiskinan menjadi tanggung jawab semua anak bangsa bukan hanya pemerintah saja ? Bukankah untuk mengubah akhlak dan kondisi suatu bangsa ini harus dimulai sejak anak kecil ? Bukankah yang bisa merubah nasib suatu bangsa adalah bangsa itu sendiri dan bukan bangsa lain ? Bukankah yang bisa mengubah nasib manusia di suatu kampung atau daerah adalah orang daerah atau kampung itu sendiri dan bukan orang lain? Itulah yang dilihat dan dirasakan oleh Utary dan itulah yang kemudian menjadikan Utary termotivasi untuk terjun langsung memberdayakan dirinya dan juga kerabat serta temannya untuk mengurangi beban anak cucu di masa depan akibat ketidakpedulian umumnya warga Indonesia. Program aksinya sederhana saja, sebagaimana telah ia utarakan sebelumnya, yaitu memberi dan menganjurkan untuk memberi agar penanganan kemiskinan menjadi budaya bangsa.
Jadilah Dia Disebut Ratu Penebar Virus Peduli Prasejahtera
Di kalangan kawan-kawannya Utary Tjandra - yang menikah dengan Teddy Tjandra teman SMP dan tetangganya di Jalan Teuku Umar Jakarta itu - dikenal termasuk manusia yang maniak melakukan pemberdayaan masyarakat melalui posyandu, baik dilakukannya sendiri maupun dengan mengajak kawan-kawannya. Kini paling tidak 18 orang kawannya – baik pengusaha maupun profesional - ikut memberikan kontribusi baik dalam kebersamaan maupun sendiri-sendiri dengan wilayah wilayah yang meliputi DKI, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, Kalbar, Jambi, Sumsel dan Lampung.
Karena prestasi yang diraihnya dalam mengumpulkan data, menyantuni dan kemudian mengajak orang lain untuk ikut menyantuni puluhan ribu fakir miskin pengunjung posyandu itulah maka kawan-kawannya menggelarinya Ratu Penebar Virus Peduli Prasejahtera dari Cipete Jakarta.
Dijuluki gelar itu, Utary yang almarhum suaminya menciptakan software Quranku - tertawa saja sambil berucap ” Alhamdullilah”.
Harapannya Ke Depan
Sebagai putera bangsa Indonesia yang belajar dan berusaha untuk bertakwa kepada Tuhan Semesta Alam, Utary ingin mengajak dirinya dan juga kerabat dan kawan-kawannya untuk terjun langsung menangani kemiskinan. Dimulai dengan pendataan yang benar dan akurat. Dilanjutkan dengan memberikan bantuan sesuai kemampuan dan diakhiri dengan mengajak orang lain.
”Kalau kegiatan itu menjadi budaya bangsa, apalagi sejak masih anak-anak, ” Kata Utary, ” Insya Allah, Indonesia di masa depan akan bebas dari kemiskinan dan kebodohan”
Untuk apa data itu ? Nah di sinilah cerita menarik yang bisa diambil hikmahnya untuk siapa saja putera Indonesia yang cinta dan peduli negerinya. Yang peduli kepada saudaranya yang masih hidup dalam situasi miskin dan bodoh di alam yang sudah merdeka ini.
Semula Utary Tjandra enggan tetapi kemudian bersedia untuk sedikit bercerita tentang apa guna data-data itu setelah dia ingat bahwa ada perintah dari Sang Maha Kuasa untuk selain memberi juga mendorong orang lain agar memberi fakir miskin. Dengan bercerita, dia berharap bahwa ia juga mendorong atau menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama. Dengan adanya data itu – menurut Ayie sebutan akrab Utary Tjandra - ia bisa banyak berbuat. Yang pertama, dana yang dimilikinya dapat disalurkan kepada mereka yang berhak tanpa ada keraguan lagi karena datanya langsung ia peroleh dari pengurus posyandu yang memang sehari-hari mengetahui siapa saja yang miskin di wilayahnya. Yang kedua, sesuai dengan perintah Tuhan Semesta Alam, ia tidak boleh sendirian memberi sebab kalau suatu saat ia mati kegiatan itu akan putus. Dengan kata lain ia perlu mengajak keluarga dan sahabatnya untuk bersama dan atau sendiri-sendiri memberikan hak orang miskin yang dititipkan Tuhan Semua Manusia kepada mereka masing-masing. Dengan modal data itulah ajakannya menjadi lebih efisien dan efektf alias tidak omong doang karena ada bukti di atas kertas.
Antara Motivasi Dan Skala Prioritas
Sudah sejak kecil ia diberi contoh dan diajak oleh orang tuanya – yang saat itu tinggal di Jalan Semeru Bogor dan kemudian di Jalan Teuku Umar, Menteng Jakarta - untuk selalu peduli kaum fakir miskin. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya ia pun menyadari bahwa walaupun ikhlas memberi tetapi akal tetap harus digunakan sehingga tidak asal memberi. Kata “memberi” yang diyakininya adalah memberi kepada pihak-pihak yang paling membutuhkan dan memberi manfaat jangka panjang bagi pihak-pihak tersebut secara khusus dan terutama memberi manfaat kepada bangsa Indonesia. Iapun lantas terjun langsung melihat profil kemiskinan, mendatanya dan kemudian memberikan santunan pribadinya. Itu berlangsung cukup lama terutama ia lakukan di wilayah Jakarta Selatan di mana ia bermukim.
Sewaktu terjun langsung itulah Utary yang kini tinggal di Cipete Jakarta Selatan terperangah melihat kemiskinan yang diderita bangsanya. Menurut ceritanya ia sempat melihat orang yang hidup serumah berdampingan dengan kambing. Mengapa ? Karena miskinnya, maka rumahnya dijadikan sekaligus kandang kambingnya. Masih ada cerita-cerita lain yang ia peroleh selama ia beranjangsana ’turun ke bawah’ itu. Semuanya membuatnya bertambah bersyukur kepada Tuhan atas pemberiaNya. Dan selanjutnya ia ingin mewujudkan rasa syukurnya itu dengan aksi nyataYaitu menafkahkan sebagian besar hartanya kepada mereka.
Ketika ditanya apa motivasi semua ini, Utary yang menjawab tidak secara langsung mengatakan bahwa selain cinta anak kecil, ia juga pernah bertanya kepada Tuhan Semesta Alam mengenai apa yang harus dikerjakannya seimbang dengan harta yang dianugerahkan kepadanya. Baik berupa harta benda dalam pengertian fisik maupun harta yang berupa kepandaian, relasi, waktu dan energi. Jawab yang diperolehnya ialah bahwa ia harus menjadikan harta kekayaannya lebih bermanfaat kepada pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan. Artinya lebih mengutamakan skala prioritas. Ia kemudian mencoba bertanya ke sana-sini mengenai skala prioritas itu. Jawabnya adalah orang miskin yang tidak mendapat bagian atau dengan kata lain tidak mampu untuk meminta bagiannya kepada pihak yang mempunyai kemampuan untuk membantu. Siapa orang miskin yang tidak mendapat bagian itu ?. Akhirnya terjawab pula yaitu bayi dalam kandungan orang miskin dan balita anak orang miskin (baik yang orang tuanya ada maupun yang yatim/piatu). Mengapa mereka dapat dianggap prioritas ? Merekalah yang di masa depan akan menentukan nasib bangsa ini mau dibawa ke mana. Merekalah yang akan menjadi mitra anak-cucu kita, baik sebagai atasan, bawahan ataupun teman sekerja. Kalau mereka bodoh karena kurang gizi di waktu kecilnya, maka kelak saat menjadi mitra anak cucu kita, mereka akan menjadi manusia yang tidak produktif bahkan bisa berpeluang merusak apa yang dibangun kita dan anak-cucu kita. Tentunya akan menyusahkan anak-cucu kita pula di masa mendatang itu.
Bayangkan, jika seorang pengemis tidak memiliki biaya untuk memberikan gizi yang cukup,pada anak-anak mereka, yang lebih dari satu jumlahnya. Masalahnya tidak akan sesederhana ini, dampaknya selain terganggunya kesehatan mereka, juga akan menurunkan tingkat kecerdasan berfikir dan emosinya. Lalu ketika mereka besar, karena tak bisa merasakan pendidikan yang normal di bangku sekolah, bisa jadi mereka akan terus berada dari lintasan kebodohan dan kemiskinan, dan bisa jadi akan terjebak ke dalam “kemiskinan abadi”.
Lantas di mana mereka yang prioritas itu berada ? Jawabnya di posyandu. Sekedar diketahui, secara teoritis, paling tidak ada 2 (dua) hal yang membuat anak tidak cerdas, yaitu (1) gizi yang baik semasa balita, serta (2) pendidikan yang memadai. Dengan dua hal tersebut, kemiskinan bisa diatasi secara perlahan-lahan. Dengan demikian, program nasional atau gerakan masyarakat pemberian gizi tambahan untuk balita miskin yang dikelola secara terpadu melalui posyandu atau posdaya (pos pemberdayaan keluarga) menjadi salah satu upaya penting dalam menanggulangi kemiskinan masa depan bangsa.
Lalu bagaimana kondisi posyandu dewasa ini ? Ternyata kenyataan menunjukkan bahwa kepedulian warga kepada yang prioritas ini masih rendah. Buktinya apa ? Belum banyak yang peduli kepada 4 juta balita miskin yang 790 ribuan di antaranya kurang gizi dan pemerintah hanya sanggup menangani 29 ribuan balita saja. Lantas siapa yang peduli ? Bukankah kemiskinan menjadi tanggung jawab semua anak bangsa bukan hanya pemerintah saja ? Bukankah untuk mengubah akhlak dan kondisi suatu bangsa ini harus dimulai sejak anak kecil ? Bukankah yang bisa merubah nasib suatu bangsa adalah bangsa itu sendiri dan bukan bangsa lain ? Bukankah yang bisa mengubah nasib manusia di suatu kampung atau daerah adalah orang daerah atau kampung itu sendiri dan bukan orang lain? Itulah yang dilihat dan dirasakan oleh Utary dan itulah yang kemudian menjadikan Utary termotivasi untuk terjun langsung memberdayakan dirinya dan juga kerabat serta temannya untuk mengurangi beban anak cucu di masa depan akibat ketidakpedulian umumnya warga Indonesia. Program aksinya sederhana saja, sebagaimana telah ia utarakan sebelumnya, yaitu memberi dan menganjurkan untuk memberi agar penanganan kemiskinan menjadi budaya bangsa.
Jadilah Dia Disebut Ratu Penebar Virus Peduli Prasejahtera
Di kalangan kawan-kawannya Utary Tjandra - yang menikah dengan Teddy Tjandra teman SMP dan tetangganya di Jalan Teuku Umar Jakarta itu - dikenal termasuk manusia yang maniak melakukan pemberdayaan masyarakat melalui posyandu, baik dilakukannya sendiri maupun dengan mengajak kawan-kawannya. Kini paling tidak 18 orang kawannya – baik pengusaha maupun profesional - ikut memberikan kontribusi baik dalam kebersamaan maupun sendiri-sendiri dengan wilayah wilayah yang meliputi DKI, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, Kalbar, Jambi, Sumsel dan Lampung.
Karena prestasi yang diraihnya dalam mengumpulkan data, menyantuni dan kemudian mengajak orang lain untuk ikut menyantuni puluhan ribu fakir miskin pengunjung posyandu itulah maka kawan-kawannya menggelarinya Ratu Penebar Virus Peduli Prasejahtera dari Cipete Jakarta.
Dijuluki gelar itu, Utary yang almarhum suaminya menciptakan software Quranku - tertawa saja sambil berucap ” Alhamdullilah”.
Harapannya Ke Depan
Sebagai putera bangsa Indonesia yang belajar dan berusaha untuk bertakwa kepada Tuhan Semesta Alam, Utary ingin mengajak dirinya dan juga kerabat dan kawan-kawannya untuk terjun langsung menangani kemiskinan. Dimulai dengan pendataan yang benar dan akurat. Dilanjutkan dengan memberikan bantuan sesuai kemampuan dan diakhiri dengan mengajak orang lain.
”Kalau kegiatan itu menjadi budaya bangsa, apalagi sejak masih anak-anak, ” Kata Utary, ” Insya Allah, Indonesia di masa depan akan bebas dari kemiskinan dan kebodohan”
Ditulis oleh Jon Posdaya / Sri Posdayawati/ Sastrawan Batangan, 18 September 2009, berdasarkan wawancara langsung dengan Utary Tjandra serta informasi dari beberapa orang yang mengenal sepak terjangnya.
Catatan :
(1) Rekapitulasi 249 posyandu dari total 286 posyandu yang pernah dan sedang ditangani oleh Utary Tjandra & kawan-kawannya (s/d Akhir Agustus 2009)
- Kel. Balumbang, Kec.Bogor Barat, 12 posyandu, 889 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Situ Gede, Kec.Bogor Barat, 10 posyandu, 835 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Sindang Barang, Kec.Bogor Barat, 15 posyandu, 1277 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Bubulak, Kec.Bogor Barat, 13 posyandu, 1158 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Loji, Kec.Bogor Barat, 14 posyandu, 1183 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Gunung Batu, Kec.Bogor Barat, 14 posyandu, 1873 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Semplak, Kec.Bogor Barat, 10 posyandu, 920 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Pakuan, Kec.Bogor Selatan, 8 posyandu, 373 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Empang, Kec.Bogor Selatan, 23 posyandu, 1220 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Bojong Kerta, Kec.Bogor Selatan, 14 posyandu, 839 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Cipaku, Kec.Bogor Selatan, 18 posyandu, 1079 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Paledang, Kec.Bogor Selatan, 13 posyandu, 710 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Genteng, Kec.Bogor Selatan, 14 posyandu, 710 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Tegal Lega, Kec.Bogor Tengah, 17 posyandu, 951 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Babakan Pasar, Kec.Bogor Tengah, 15 posyandu, 757 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Cimahpar, Kec.Bogor Utara, 20 posyandu, 1666 orang balita dan ibu hamil
- Kel. Cilebut Timur, Kec.Sukaraja, 10 posyandu, 830 orang balita dan ibu hamil
- Kel. JogJogan, Kec.Cisarua, 9 posyandu, 752 orang balita dan ibu hamil
(2) Daftar alamat posyandu berikut nama balita dan ibu hamil prasejahtera, serta nama dan hp pengurus posyandu, yang diperlukan bagi siapa saja yang ingin mengadopsi atau menyebarluaskan kegiatan ini - dapat diperoleh dari Tim Teknis (Sdr Aji, 0251-8318491)
(3) Informasi lebih detil dapat diakses dari http://www.mariberposdaya.blogspot.com