Jumat, Juli 03, 2009

Posdaya | Mengapa Ada Hak Orang Miskin Pada Apa Saja Yang Kita Punyai ?

Berulangkali Yang Maha Kuasa menghimbau - atau kalau mau dipertegas memerintahkan - manusia agar memberikan sebagian harta apa saja yang dimilikinya - di kala lapang dan sempit - kepada orang lain yang miskin. Mengapa mesti memberi ? Tentu ada alasannya sebagaimana diutarakan olehNya yaitu bahwa pada harta siapa saja terdapat hak orang miskin sehingga perlu diberikan kepada yang berhak. Lantas mengapa berulangkali manusia dihimbau ? Tentunya ada alasannya pula. Dua di antaranya adalah karena (*) kebanyakan manusia bersifat pelupa sebagai konsekuensi lebih peduli kepada dirinya sendiri dan (*) kebanyakan manusia cenderung pelit.


Bagi manusia yang tidak mau hanya berdogma tentu akan timbul pertanyaan susulan yaitu mengapa ada hak orang miskin pada harta kita (baik di saat lapang maupun sempit) padahal bukankah harta kita itu adalah hasil usaha kita atau paling tidak diperoleh sebagai warisan dari orang tua atau hibah dari orang lain, bukan dari orang miskin tsb ? Pertanyaan ini menarik untuk dijawab mengingat Yang Maha Kuasa tidak pernah main-main dalam menciptakan alam semesta termasuk di dalamnya mengeluarkan himbauan tersebut.


Sama Modal Awal Dan Kesempatannya


Menurut kepercayaan manusia pada umumnya sebagaimana juga tertulis dalam beberapa Kitab Suci, manusia yang pertama hidup di muka bumi adalah Adam yang kemudian diikuti oleh Hawa. Keduanya – yang menjadi suami isteri - mempunyai beberapa anak yang sebut saja generasi (keturunan) pertama.

Sebagai manusia, mereka perlu makan, berpakaian, bertempat tanggal dan perlu yang lainnya di mana apa yang diperlukan itu tidak secara otomatis siap dipakai atau dikonsumsi tetapi bahan-bahannya telah tersedia di sekeliling mereka. Itulah yang disebut sebagai sumber daya alam, yang baru dapat dimanfaatkan kalau ada usaha melalui proses yang disebut ‘bekerja’. Karena itulah manusia perlu bekerja agar diri dan keluarganya dapat hidup sejahtera.

Pada saat generasi pertama manusia memulai kegiatan kerjanya, modal awal yang mereka miliki relatif sama, yakni berupa kaki, tangan, waktu, tenaga dan akal-pikiran. Kesempatan (peluang) yang mereka mereka untuk mengeksploitasi sumberdaya alam pun juga sama. Jadi relatif tidak ada perbedaan pada mereka saat awal untuk bisa sama-sama memenuhi kebutuhan mereka.


Kemiskinan Terbentuk Dengan Sendirinya


Namun dalam prakteknya, hasil yang diperoleh generasi pertama melalui kerja mereka masing-masing adalah berbeda. Hal ini terjadi karena ada perbedaan produktivitas yang disebabkan oleh faktor malas, tidak disiplin dalam menggunakan waktu atau sebab lainnya misalnya kecelakaan.

Atas dasar itulah di akhir hidup generasi pertama, kepemilikan atas sumberdaya alam - sebagai hasil mereka bekerja – akan berbeda. Yang dinikmati dan kemudian diwariskan kepada generasi kedua tentu juga berbeda.

Dalam kondisi seperti itulah generasi kedua tampil meneruskan aktivitas generasi pertama. Mereka juga harus bekerja tetapi berbeda dengan generasi pertama, modal awal generasi kedua ini relatif tidak lagi sama antara orang yang satu dengan yang lainnya. Modal awal tersebut juga akan semakin berbeda jika yang satu cacat tubuhnya sedangkan yang lain tidak. Sebab dengan kondisi fisik semacam itu kemampuan untuk mengeksploitasi sumberdaya alam menjadi berkurang jika dibandingkan dengan kondisi normal.

Boleh jadi pada generasi kedua ini, ada satu atau lebih keluarga yang harus hidup menghambakan dirinya pada orang atau keluarga lain karena cacat atau sebab lainnya. Dan pada kondisi menghambakan diri kepada orang lain ini, kesempatan untuk bisa mengeksploitasi sumberdaya alam menjadi relatif terbatas. Padahal secara normatif hak mereka dalam mengeksploitasi sumber daya alam adalah sama dengan mereka yang menjadi induk semangnya.

Dengan modal awal yang berbeda itu, maka hasil yang diperoleh generasi kedua akan makin memperlihatkan perbedaan yang lebih tajam dibandingkan generasi pertama. Dengan kata lain jurang kaya miskin makin terlihat lebih nyata.

Kondisi tersebut di atas berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi. Kesenjangan antara kaya-miskin makin lama makin melebar. Lihat saja pada akhir kehidupan setiap umat terdahulu, senjang (gap) antara kehidupan penguasa dan elitenya (sebagai pemilik kapling sumberdaya) dan rakyat yang paling miskin umumnya sangat lebar. Senjang tersebut baru menyempit kembali mendekati titik nol kalau terjadi musibah massal. Jika masih ada manusia yang hidup pasca musibah massal itu, mereka harus bangkit dengan modal awal yang relatif sama.


Kemiskinan Justru Menambah Kekayaan


Hasil yang diperoleh akan menjadi jauh meningkat bilamana seseorang dibantu oleh orang lain. Tidak demikian kalau pekerjaan itu dikerjakan sendirian oleh seorang saja.

Dalam kaitan itu, umumnya orang yang lebih miskinlah yang bekerja membantu orang yang lebih kaya dan bukan sebaliknya. Jika hubungan kerja semacam ini berlangsung maka terbentuklah fungsi yang disebut tuan dan hamba. Yang berfungsi sebagai hamba harus bekerja keras dengan upah yang rata-rata pas-pasan sedangkan yang berfungsi sebagai tuan umumnya duduk ”ongkang-ongkang” namun dengan hasil yang jauh lebih banyak. Situasi semacam inilah yang pada umumnya terjadi kecuali dalam kehidupan suku Badui di mana kepala sukunya harus ikut bekerja dengan hasil yang relatif sama dengan para anggota suku.

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum tanpa ada orang (miskin) yang mau bekerja, tidak mungkin orang (kaya) akan menjadi lebih kaya lagi. Istilah lainnya jika dipertegas adalah karena kemiskinanlah maka timbul kekayaan.


Ada Hak Orang Yang Dititipkan


Sumberdaya alam adalah milik Sang Maha Pencipta. Karena itulah siapa saja mempunyai kebebasan atau hak yang sama untuk mengeksploitasinya.

Namun dalam kenyataannnya, sumberdaya alam itu seolah-olah terkapling-kapling menjadi hak atas perseorangan. Bisa jadi karena warisan atau bisa jadi pula karena kekuasaan atau karena kemampuannya untuk membeli kapling tersebut. Sementara itu orang yang miskin tidak bisa berbuat apa-apa kecuali terpinggirkan.

Dengan dasar bahwa semua adalah saudara (semuanya turunan Adam) sehingga mempunyai hak yang sama atas sumberdaya alam. Namun karena yang menguasai sumberdaya alam dan mengkaplingnya adalah orang yang lebih mampu (kaya/kuasa) sehingga meminggirkan orang yang tidak mampu (miskin) maka sesungguhnya dalam harta yang dimiliki orang yang mampu itu terdapat bagian untuk orang yang tidak mampu. Atau dengan kata lain ada hak orang miskin yang dititipkan pada orang kaya.

Salah satu bukti bahwa sebagian harta itu adalah titipan adalah bahwa akan terjadi keributan atau desintegrasi kalau sebagian harta itu tak dialirkan kepada orang yang miskin yang akan menyebabkan kemusnahan kekayaan. Salah satu bentuk ekstrimnya antara lain timbulnya perampokan / penjarahan massal pada kondisi di mana ’gap’ kaya-miskin sudah sedemikian besar.

Bukti bahwa hanya sebagian saja harta itu titipan adalah bahwa orang miskin cukup puas dengan sedikit pemberian yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka tidak butuh keseluruhan kekayaan yang dimiliki orang yang mampu. Hanya saja orang yang mampu seringkali merasa gamang melihat banyaknya orang miskin. Ia sering mengira orang miskin akan manja jika diberi. Ia mengira dengan banyaknya orang miskin yang diberi maka akan habis hartanya.


Jika Hak Tidak Disampaikan Maka Akan Terjadi Kemandegan Bahkan KeMusnahan


Harta titipan perlu dikembalikan kepada yang berhak. Pengembalian itu berwujud kepedulian untuk menangani fakir miskin. Di antaranya adalah : yang benar-benar kelaparan diberi sembako, yang masih belum berpendidikan / berketerampilan diberi pendidikan / pelatihan dan yang belum bekerja diberi kesempatan bekerja.

Dalam realisasinya pengembalian hak orang miskin umumnya tidak seperti yang diharapkan. Indikasinya yang paling sederhana adalah banyaknya orang berada atau setengah berada tapi mereka masih belum bergotongroyong menangani orang miskin di sekelingnya agar tidak terjadi kasus kelaparan dan kebodohan.

Mengapa harta titipan tidak diberikan kepada yang berhak, baik sebagian maupun seluruhnya ? Ada banyak penyebab yang di antaranya adalah :

  • Belum menyadari bahwa kekayaan yang diperolehnya adalah hasil kerja banyak orang yang lebih miskin daripadanya.
  • Belum menyadari bahwa kalau mereka memberikan sebagian hartanya kepada orang miskin maka diri sendirilah yang akan memetik keuntungannya.
  • Menganggap bahwa semua orang harus seperti dirinya yaitu harus ’fight’ dalam hidup sehingga tabu untuk selalu menengadahkan tangan.
  • Masih ada perasaan malas padahal sebagian waktu dan tenagapun termasuk harta yang harus disisihkan untuk kaum miskin.
  • Belum menyadari bahwa orang miskin adalah saudara sendiri, sama-sama keturunan Adam-Hawa.
  • Belum menyadari bahwa akibat kemiskinan akan timbul kekufuran yang dampaknya juga akan menimpa dirinya sendiri.
  • Belum menyadari bahwa anak cucunya akan menghadapi persoalan berat jika tidak ikut memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah kemiskinan dan kebodohan anak-anak yang kelak akan menjadi mitra anak cucunya.

Apa akibat yang akan timbul jika terjadi kemandegan atau ketidaklancaran dalam pengembalian hak orang miskin? Beberapa di antaranya adalah :

  • Kalau orang yang mampu hanya menyimpan duitnya di bank maka lapangan kerja sektor riil tidak bertambah padahal jumlah penduduk yang memerlukan pekerjaan selalu bertambah. Akibat selanjutnya adalah langkanya pekerjaan sehingga banyak orang yang tak berpenghasilan. Karena tak berpenghasilan, maka kemiskinan akan meningkat dan daya beli akan menurun. Jika daya beli menurun, maka pendapatan dan keuntungan usaha orang-orang yang mampu menjadi berkurang bahkan bisa bangkrut.
  • Kalau orang yang mampu tidak memberikan sebagian hartanya untuk memberi makan kepada orang-orang yang kelaparan maka kriminalitas akan meningkat
  • Kalau orang yang diberi kelebihan beriptek pelit mentransfer ipteknya (dalam bentuk pendidikan dan pelatihan) maka kemajuan iptek akan mandeg dan produktivitas tidak tumbuh sementara jumlah manusia dan tentunya kebutuhannya akan terus meningkat.
  • Kalau orang yang diberi kelebihan mampu menulis atau mampu berbicara tidak meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk menulis dan berbicara agar orang yang mampu terdorong memfasilitasi yang tidak mampu maka orang yang mampu akan lalai mentransfer sebagian hartanya kepada orang miskin.
  • Kalau orang yang diberi kelebihan kekuasaan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk mendorong rakyatnya agar peduli kemiskinan maka gap kaya-miskin yang makin melebar pada suatu titik akan menyebabkan ledakan kebrutalan berupa penjarahan massal.
  • Kalau kasih sayang tidak mengalir kepada orang miskin yang biasanya cenderung ’sangar’ maka kesangaran akan meningkat dan akan menimbulkan kekerasan dan akhirnya keributan jika sedikit saja ada yang tersinggung

Bahkan yang lebih hebat, sebagaimana Sang Maha Pencipta mengutarakannya, adalah datangnya bencana yang didahului dengan kedatangan utusanNya yang mengingatkan kaum yang hidup mewah -yang biasanya lupa - untuk peduli yang miskin. Kaum Aad dan Tsamud, misalnya, termasuk kaum yang dimusnahkan oleh sebab penumpukan kekayaan secara tidak wajar tanpa peduli kemiskinan sehingga memiskinkan / merugikan orang lain.


Kaki, Tangan, Akal/Pikiran, Tenaga, Waktu Juga Harta Kita. Lantas bagaimana ?


Jadi jika orang mau menggunakan akal (bukan akal pendek) – sebagaimana berkali-kali Sang Maha Pencipta mengingatkan agar manusia menggunakannya- maka memberikan sebgaian harta adalah suatu hal yang bukan saja perlu tetapi harus dilakukan. Jika hal itu dilakukan maka yang memetik keuntungan sesungguhnya bukan orang lain tapi justru dirinya sendiri. Keuntungan yang diperoleh dirinya adalah kesejahteraan yang tidak hanya stabil namun justru makin meningkat dalam kehidupan di mana dia berada dalam pengertian tidak terjadi kemandegan apalagi kemusnahan.

Harta yang dimiliki tidak hanya uang atau emas atau material sejenisnya. Harta yang dimaksud bisa berupa tenaga, pikiran (ide) atau waktu. Di sinilah adilnya Sang Maha Kuasa sehingga orang miskinpun – sesuai dengan kemampuan - juga harus menyisihkan sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada orang yang lebih miskin

Lantas apa saja yang bisa dilakukan ? Dengan modal ’harta’ sebagaimana dimaksudkan di atas maka beberapa hal yang perlu segera dilakukan di antaranya adalah :

  • Memberikan sebagian dari harta yang dimiliki di kala lapang dan sempit kepada orang miskin dalam bentuk makanan bergizi untuk balita miskin, makanan untuk yang kelaparan, beasiswa untuk siswa miskin, modal kerja dan sejenisnya
  • Tidak lupa membagi keberuntungan kepada hamba sahaya bagi siapa saja yang mempunyai hamba sahaya.
  • Meluangkan waktu tenaga dan pikiran untuk mendorong orang lain melalui tulisan, gambar atau pemotivasian secara verbal agar peduli kemiskinan dan kebodohan
  • Berdoa agar kemiskinan dan kebodohan ada yang menanganinya.


Sastrawan Batangan, Bogor 4 Juli 2009
http://www.mariberposdaya.blogspot.com

Catatan : Tulisan ini juga disajikan sebagai jawaban atas pertanyaan mengapa kita perlu melaksanakan program POSDAYA






1 komentar:

  1. Terimaksih atas tulisan ini, cukup meyentuh, semoga dapat membangkitkan rasa solidaritas kita terhadap saudara-saudara kita yang masih kurang beruntung.
    Kami di Puskesmas Bambanglipuro Bantul juga sudah melaksanakan POSDAYA di 3 desa dengan 45 dusun, 45 Posyandu otomatis 45 Posdaa di tingkat dusun.
    Mohon dukungan dengan tulisan2 yang bisa membangitkan minat, semangat untuk berPOSDAYA demi embantu saudara-saudara kita yang masih belum beruntung.

    BalasHapus