Rabu, Maret 25, 2009

Posdaya | Caleg ”Memakelari” Tiket Surga

Kita sudah terbiasa dengan istilah makelar alias calo. Di antaranya makelar tanah atau makelar mobil. Sementara itu ada lagi profesi sejenis namun umumnya mereka yang melakukannya enggan menyandang gelar itu karena malu atau takut ditangkap pihak berwajib. Di antaranya adalah makelar proyek dan makelar jabatan.

Bicara lebih lanjut tentang makelar, yang tugasnya mempertemukan dua atau lebih pihak yang saling memerlukan, ternyata kegiatan ini perlu dan bahkan harus dikerjakan oleh siapapun yang merasa dirinya manusia bilamana ia ingin masuk surga. Tidak pandang bulu profesi si manusia tsb, Apakah kiyai, ulama, pendeta, presiden, seniman, pengusaha, professor, profesional, baik kaya ataupun miskin, baik sibuk maupun tidak. Semuanya dikenai kewajiban, bahwa selain memberikan sebagian harta yang dimilikinya, juga sebagai perantara untuk menyambungkan yang kaya dengan yang miskin yang terkenal dengan istilah “menganjurkan” atau “mendorong” dan agar gampang diingat sebut saja makelar.

Apa yang dituliskan di atas adalah sebuah kesimpulan yang diterima oleh seorang caleg sebuah parpol setelah berkali-kali berdialog secara serial dan pararel dengan banyak pendalam dan praktisi agama. Di antaranya adalah ulama, pastor, pendeta, dan bikhu yang pada waktu dialog membuka kitab sucinya masing-masing. Referensi yang mereka gunakan di antaranya adalah:
  • Kesejahteraan makhluk hendaklah engkau usahakan sebab orang sedang berjalan, duduk, bangun, tidur sekalipun jika tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat tidak ada bedanya dengan perilaku hewan (Weda, S. Mucaya 139) .Tuhan Yang Maha Esa tidak akan memberikan anugrah kepada orang-orang yang memperoleh kekayaan dengan tidak jujur. Demikian pula yang tidak mendermakan sebagian miliknya kepada orang-orang miskin dan yang sangat memerlukan. Tuhan Yang Maha Kuasa akan mengambil kekayaan untuk orang-orang yang tamak dan menganugrahkannya kepada orang-orang yang dermawan. (Rg.veda V.34.7).
  • Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. (Injil, Yakobus 2:24). Siapa menindas orang yang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia. (Injil, Amsal 14:31)
  • "Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai dengan ajaran, maka orang lengah itu sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain; ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci. .......... " (Sabda Budha dalam Dhammapada, 19, 20)
  • Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Quran 61:2-3). Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala...... ...... Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin. (Quran 69:31-34) Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat ria dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Quran 107:1-7). Mulailah dari dirimu, bersedekahlah atasnya (Ibda’ Binafsika Fa Tashoddaq ‘Alaiha) (HR Muslim). Sampaikanlah dari ajaranku walaupun hanya satu ayat (HR. Bukhari)
Pemahaman tersebut di atas menjadi makin mendalam bagi sang caleg ketika di sebuah forum yang dihadirinya ada yang bertanya : ”.... Tetapi mengapa koq banyak orang tidak atau enggan menjadi makelar seperti itu ? ” Pendakwah, yang berada di mimbar forum, menjawab : ” Karena kebanyakan dari kita menganggap bahwa mati belum sebentar lagi....... Ntar..ntar saja kalau sudah nggak sibuk...ntar ntar saja kalau sudah tua..... Padahal mati kan bisa kapan saja tanpa ada pemberitahuan sebelumnya”.

Maka tidaklah mengherankan jika sang caleg itu kemarin, diakhir pidatonya berkata dengan penuh semangat : ”Ayolah ramai-ramai bersama saya menjadi makelar .......makelar sosial alias maksos di lingkungan masing-masing.....karena siapapun baik pemerintah maupun partai yang menangpun tak akan sanggup sendirian menangani kemiskinan dan kebodohan....Saya tidak berjanji menghilangkan kemiskinan dan kebodohan dari bumi pertiwi kita ini. Tetapi saya berjanji mulai saat ini dan atau saat terpilih nanti akan bersama-sama anda menggelorakan semangat makelar sosial alias maksos agar kegiatan maksos menjadi milik kita semua...agar kemiskinan dan kebodohan segera teratasi ......Maka contrenglah saya.......!!!!!”

Tempik sorak para penonton di depan podium membahana. Mereka setuju apa yang dikatakan sang caleg bahwa kemiskinan dan kebodohan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah ataupun oleh siapapun partai yang menang. Justru rakyatlah - terutama yang termasuk kategori mampu alias sejahtera - yang harus dirangsang agar peduli dan bahu membahu. Maka setelah bubar, para pendengar kampanye membawa pulang oleh-oleh selarik kalimat ” Menjadi makelar di lingkungannya masing-masing tanpa malu, tanpa riya karena kalau tidak...... tidak akan mendapat tiket surga.....................................................dan tidak lupa mencontreng sang caleg yang tadi berkampanye”.


http://mariberposdaya.co.cc, 25 Maret 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar